Pedoman Penulisan Fonetik Bahasa Aceh

Penulisan fonetik dalam bahasa Aceh terbagi menjadi vokal, vokal sengau, diftong, dan konsonan.

Kegigihan Sang Teuku Umar dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

Bagi penggemar sejarah tentu anda akan tertarik untuk membaca buku ini, sebagaimana buku ini mengisahkan tentang berbagai peristiwa panglima aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan...

Kebangkitan Bahasa dan Sastra Aceh

Harian Serambi Indonesia edisi, Jumat 16 Desember 2022 merilis berita dengan judul Mulai Dari Pemanfaatan Pangan Lokal Hingga Makna ‘Rateb Doda Idi’

Hermeneutika dan Positivisme Logis

Filsafat telah membawa perubahan yang begitu penting dalam dunia pendidikan.

Jejak Kerajaan Islam di Gampong Pande



Matee ma meupat jeurat, mate adat hana teupat mita

Sebuah situs sejarah yang luput dari amatan publik yakni Gampong Pande di Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh. Di tempat itu kini terpampang prasasti penetapan hari jadi Kota Banda Aceh. Gampong Pande merupakan cikal bakal ibu kota Provinsi Aceh.

Dalam beberapa naskah seperti Atjeh-Nederlandsch Woordenboek (Kamus Aceh-Belanda) Jilid Pertama menyebutkan bahwa lingkungan istana itu disebut dengan Kampong Pandee atau lengkapnya Gampong Pande Meunasah Kandang.

Lingkungan Istana itu mencakup Gampong Jawa, Pande, Peunayong, Lambhuk, Leung Bata, Lamseupeung, Ateuk, Batoh, Baro, Keudah, Pasar Meuseujid Raya dan Peulanggahan.

Ketua Atjeh Ethnic Institute Haekal Afifa mengemukakan, dalam naskah silsilah Kesultanan Aceh yang terdapat di University Malaysia, Gampong Pande itu merupakan pusat penyebaran Agama Islam pada tahun 510 H (1116 M).

Penyebaran itu dipimpin ulama besar Syaikh Abdurrauf Tuan Syaikh Bandar al Muqallab Tuan di Kandang dan putranya bernama Sultan Johan Syah yang menjadi raja di Gampong Pande

Ketika penaklukan Dinasti Liang oleh Meurah Johan dan Tgk Chik Lampeuneu"eun (Syiah Hudan/Syech Abdullah Kan"an) di Bandar Lamuri, Pusat Kerajaan Islam Lamuri dipindahkan Meurah Johan ke dekat Kuala Alue Naga.

"Sebenarnya Gampong Pande itu bukan satu tempat saja, tetapi mencakup dalam lingkungan istana. Jadi tidak heran jika ada beberapa tempat namanya juga Gampong Pande," kata Haekal Afifa.

Gampong Pande menjadi pusat kerajaan dibangun oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri.

Beberapa catatan menyebutkan Kota Lamuri adalah "Lam Urik" yang sekarang terletak di Aceh Besar. Akan tetapi, menurut Dr NA Baloch dan Dr Lance Castle, yang dimaksud dengan Lamuri adalah Lamreh di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya sekarang).

Sedangkan istananya dibangun di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh) di Gampong Pande sekarang ini dengan nama "Kandang Aceh".

Banyak Arkeolog meneliti di Gampong Pande. Bahkan banyak makam-makam yang sudah tertanam lumpur. Salah satu makam Sultan Firman Syah, cucu Sultan Johan Syah.

"Ada banyak peninggalan sejarah yang terdapat di Gampong Pande. Mungkin ribuan makam-makam sudah tertanam lumpur. Mungkin, jika diperhatikan hanya Makam Tuan di Kandang yang mendapat perawatan," katanya.

Sejarah juga membuktikan bahwa Kerajaan Islam pertama dan tertua di Asia Tenggara terdapat di Aceh. Tapi, kerajaan tertua dan pertama bukan di Gampong Pande.

Dalam beberapa literatur, Meurah Johan (pembangun Kerajaan Aceh Darussalam) dan Tgk Chik Lampeuneu"eun berasal dari Kerajaan Islam Peureulak. Jadi tidak mungkin jika dikatakan di Gampong Pande merupakan kerajaan Islam pertama.

Untuk terus dikenang hingga akhir masa, tentulah situs sejarah Gampong Pande perlu dilestarikan dan dijaga keasliannya. Terutama situs Islam di Gampong Pande yang sudah hampir terkikis, batu nisannya banyak berserakan dan terbuang ditambak.

"Pemerintah punya konsep bagaimana membangun kota budaya, bukan malah menghancurkan situs budaya dan sejarah lalu membangun kosmopolitan yang tidak punya nilai apa-apa untuk orang Aceh," ungkap Haekal Afifa .

Di luar Aceh, orang menganggap sejarah Aceh sebagai dongeng, karena kita tidak bisa merawat, menulis kembali dan membuktikan sejarah.

Oleh karena itu, kita perlu filter yang kuat untuk memisahkan bukti sejarah yang ditulis oleh orientalis-orientalis asing guna melihat sejarah yang sebenarnya dan jauh dari kepentingan asing. (Rahmad-Nuthihar, dimuat di Autobisnis, Edisi ke-du)

Share: