Pedoman Penulisan Fonetik Bahasa Aceh

Penulisan fonetik dalam bahasa Aceh terbagi menjadi vokal, vokal sengau, diftong, dan konsonan.

Kegigihan Sang Teuku Umar dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

Bagi penggemar sejarah tentu anda akan tertarik untuk membaca buku ini, sebagaimana buku ini mengisahkan tentang berbagai peristiwa panglima aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan...

Kebangkitan Bahasa dan Sastra Aceh

Harian Serambi Indonesia edisi, Jumat 16 Desember 2022 merilis berita dengan judul Mulai Dari Pemanfaatan Pangan Lokal Hingga Makna ‘Rateb Doda Idi’

Hermeneutika dan Positivisme Logis

Filsafat telah membawa perubahan yang begitu penting dalam dunia pendidikan.

Resensi Buku: Kegigihan Sang Teuku Umar dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

 


Identitas Buku


Judul   : Teuku Umar Leadership
Penulis : Zainal Putra dan Jasman J. Ma’ruf
Penerbit   : Kencana
Tahun terbi  : 2022
Tebal halaman  : 254 halaman
Ukuran buku   : 15.5 x 23 cm
ISBN : 978-623-384-183-2
Harga   : Rp100.000


Bagi penggemar sejarah tentu anda akan tertarik untuk membaca buku ini, sebagaimana buku ini mengisahkan tentang berbagai peristiwa panglima aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan, khususnya tentang Teuku Umar. Tidak hanya itu, banyak sejarah aceh lainnya yang dibahas dalam buku ini, mulai dari masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam, raja-raja kerajaan Aceh Darussalam dan juga ada sejarah meletusnya perang padre di Minangkabau.

Gambar 1. Tangkapan layar resensi buku Teuku Umar yang diulas pada Youtube. 

Buku ini merupakan sebuah pembelajaran dari seorang panglima perang Aceh dan mendeskripsikan nilai-nilai kepemimpinan yang terdapat pada sosok Teuku Umar selama perjuangannya menghadapi penjajahan Belanda. Teuku Umar merupakan seorang panglima perang yang sangat gigih melawan penjajahan Belanda di bumi Aceh. Beliau sangat ditakuti oleh musuh dan menjadi buah  bibir di seluruh penjuru Nusantara. Dibalik ketokohan dan mental heroik dari seorang Teuku Umar kita dapat memetik nilai-nilai kepemimpinan  sangat relevan yang dapat kita terapkan sebagai pemimpin dalam berbagai organisani dan lintas budaya. Upayanya begitu besar dalam membangun loyalitas pengikut untuk mencapai tujuan bersama. Semangat beliau tidak pernah terkuras, begitu pula dengan sosok istrinya yang senantiasa membatu beliau dalam memperjuangkan kemerdekaan. Teuku umar sangat berpengaruh dalam memberikan motivasi kepada masyarakat aceh, beliau terus-terusan membangkitkan masyarakat aceh untuk membela tanah aceh. 




Teuku Umar lahir pada tahun 1854 M di Meulaboh,di Gampong Mesjid, sekarang bernama Gampong Belakang, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Ayahnya bernama Teuku Mahmud anak dari Teuku Nanta Chik, ibunya bernama Cut Mohani, puteri Teuku Suloh. Teuku Umar merupakan anak ke 3 dari 6 bersaudara, yang terdiri dari 4 orang laki-laki yaitu: Teuku Cut Amat, Teuku Putih Simalur, Teuku Umar dan Teuku Musa dan 2 orang perempuan. Namun, 2 orang saudara perempuan tidak dijelaskan namanya. Teuku Umar memilik empat orang istri, yaitu: istri pertama Cut Nyak  Meuligo, putri Teuku Abas, panglima  Seri Setia Ulama Kepala Sagi XXV Aceh Besar, Lhok Nga, istri kedua Cut Nyak Safiah, anak Teuku Imum Leupeung, istri ketigaCut Nyak Din, seorang janda muda, dan istri keempat Cut Nyak Alooh binti Teuku Maharadja Lhok Seumawe. 

 

Teuku Umar memiliki perjuangan perang yang panjang dalam menghadapi  Belanda dengan perang yang dimotori dan diikuti oleh beliau,ada beberapa peperangan yang beliau ikuti diantaranya : perang Aceh I dan II pada saat itu meletus  sekitar tahun 1873, Teuku Umar masih berusia 19 tahun sudah mengikuti perang demi mempertahankan Kutaraja sebagai utusan pemuda dari Meulaboh ,kemudian perang Meulaboh, pada tahun 1877 Teku Umar bersama dengan Teuku Chik Muda yang juga pamannya memepertahankan Meulaboh dari agresi belanda. Teuku Umar syahid pada tanggal 11 Februari 1899 saat terjadi pertempuran dengan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Van Heutzs di daerah Suak Ujong Kalak, Meulaboh. Tapi beberapa sejarah menyatakan Teuku Umar wafat tanggal 10 Februari 1899. Adapun setelah tertembak bersibah dara dan menyadari ajalnya akan tiba, Teuku Uar berpesan kepada Pang Laot, seorang kepercayaannya: “Kutitipkan rakyat dan tanah Aceh ini sedapat yang bisa engkau kerjakan. Selamat dari cengkeraman si kafir, penjajah Belanda. Sampaikan salam dan pesanku pada Cut Nyak Dhien, istriku.” (hal:48)

 Jenazah teuku umar dibawa lari oleh pengikut setianya ke pucok lueng pedalaman Suak Raya , dan melalui reudeup dibawa ke Pasie Megat , Tanjong Meulaboh untuk dimakamkan di dekat makam ibunya.Besarnya jasa Teuku Umar dalam melawan belanda , maka pada tahun 1955 Teuku Umar diangkat oleh presiden RI sebagai pahalwan nasional , melalui surat keputusan presiden dan diperingati untuk pertama kalinya pada tahun 1957.

 Dari catatan sejarah , diketahui bahwa Teuku Umar hidup hanya sampai umur 45 tahun , dari 1854 -1899. teuku umar sudah berjuang melawan belanda sejak umur 19 tahun .berarti secara keseluruhan ia telah berjuang selama 26 tahun melawan kafir Belanda.

Kepemimpinan Teuku Umar  (Teuku Umar Leadership) dapat kita kupas bahwa sanya beliau memiliki sejumlah karakteristik kepemimpinan yang sangat berpengaruh terhadap pengikutnya. Beliau memiliki kecerdasan dan kesopanan yang tercermin dari penilaian Van Heutsz, seorang jenderal belanda:

“Teuku Umar Adalah ‘Burung’ Yang Luar Biasa Cerdik,Muda,Ganteng,Seorang Aceh Yang Amat Sopan,Kacak,Berdaya Giat Dan Nekad. Banyak kerugian yang dibuat Umar terhadap kita”. Van menggunakan istilah  “burung”, yang bermakna bahwa penjajah Belanda sangat berkeinginan untuk menangkap sosok Teuku Umar dengan bujuk rayu, ataupun dengan janji yang muluk-muluk. Keberanian Teuku Umar juga terlihat dari pembelotannya terhadap Belanda dan melakukan pembelotan terhadapa Belanda. Dari budi luhurnya beliau, rurat kabar Belanda menyiarkan “ de gevangenen zijn over het algemeen redelijk goed behandeld”, artinya para tawanan diperlakukan dengan baik. (hal:162-163) . Bahkan hasil perdagangan ladanya dengan pihak internasional digunakan sebagai dana perjuangan yang menunjukkan bukti kedermawanan beliau.

Terkandung banyak sejarah dan pesan yang dapat kita ambil adalam buku ini. Sejarah yang tercantum tidak hanya tentang Teuku Umar saja melainkan asal usul bahkan masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam. Banyak juga terkait perang dan kisah panglima lainnya dalam menghadapi penjajahan. Tidak hanya pemimpin yang dibahas melainkan teori, konsep, pengukuran bahkan juga terbukti kepemimpinan Teuku Umar  mencerminkan kepemimpinan islami yang didalamnya masih berpedoman dengan Al-Qur’an dan Hadis. Dengan berbagai gaya kepemimpinan yang dibahas, ilmu kepemimpinan tersebut bisa berdampak kepemimpinan terhadap individu dan organisasi. 

Namun,  banyak istilah, pepatah, dan kata yang harus diterjemahkan dapat membuat orang asing kurang bisa memahami dan bahkan kurang tertarik , padahal istilah tersebut memiliki makna yang sangat penting,dan adapula sebagian pepatah sudah di terjemahkan. Adapun contoh pepatah yang tercantum diantaranya:

Meuri-ri kayee taikat beunteueng, meuri-ri ureung ta pula guna”. Kiasannya: tiap-tiap orang mempunyai watak dan kemauan yang berbeda-beda, oleh sebab itu hanya pada orang yang baik kita dapat menananm budi). 


 Banyak ditemukan pendapat sejarah yang berbeda-beda tanpa alasan yang kuat juga membuat pembaca susah memahaminya. Walaupun tercantum teori yang berbeda-beda namun untuk lebih memahaminya kita harus mencari lebih lanjut di sumber lain. Pendapat yang berbeda mengenai sejarah salah satunya terdapat pada tahun kelahiran Teuku Umar, menurut Teuku Dadek, seorang sejarawan Aceh Barat menerangkan bahwa Teuku Umar lahir pada tahun 1854 M di Meulaboh, sedangkan menurut Kamajaya, Dumadi, Said & Wulandari, Safwan,  menyebutkan bahwa Teuku Umar lahir pada tahun 1854 di Meulaboh. Adapun literatur sejarah lainnya menyebutkan Teuku Umar lahir di Meulaboh pada tahun 1859 M.

Namun, di dalam buku memang adanya pembahasan tentang teuku umar memiliki istri lebih dari 1 orang, tetapi tidak adanya penjelasan tentang mengapa teuku uamar berpoligami ( yaitu menikah lebih dari satu ), juga tidak ada diaebut kan siap nama atau siapa pengkhianat dari rombongan teuku umar itu sendiri.
Teuku Umar merupakan seorang motivator yang sangat bijaksana, cerdas, berbudi luhur, dan memiliki kemampuan untuk membangkitkan semangat pemuda Aceh, khususnya bagi generasi-generasi muda yang akan melanjutkan kepemimpinan. Banyak hal yang dapat kita pelajari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun bukan di medan perang, namun dalam sebuah organisasi pastinya kita sangat memerlukan seorang pemimpin yang baik. Dari buku ini kita bisa menanggapi bahwa sanya Teuku Umar sudah memiliki jiwa kepemimpinan sejak kecil. Belua sudah mulai berperang di usia 19 tahun. Dengan buku ini kita bisa menumbuhkan rasa cinta tanah air yang kuat, seperti sosok Teuku Umar.



Catatan 
Resensi ini ditulis oleh mahasiswa Universitas Teuku Umar untuk memenuhi tugas perkuliahan bahasa Indonesia. Resensi ditulis oleh Putri Rahmawati dan Nisa Asna Wati. 



Share:

Pedoman Penulisan Fonetik Bahasa Aceh

Bagi Anda yang ingin menulis bahasa Aceh dengan penulisan fonetik, berikut ini penulis sertakan penulisan fonetik sesuai dengan IPA (International Phonetic Alphabet). 

Penulisan fonetik dalam bahasa Aceh terbagi menjadi vokal, vokal sengau, diftong, dan konsonan. Masing-masing penulisan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

Vokal
Bahasa Aceh mempunyai 17 vokal tunggal. Sepuluh vokal tunggal dihasilkan melalui mulut, yaitu a, i, e, è, é, eu, o, ô, ö, dan u. Kesepuluh vokal tunggal ini diberi nama vokal oral. Tujuh vokal lainnya dihasilkan melalui hidung, yaitu ‘a, ‘i, ‘è, ‘eu, ‘o, ‘ö, dan ‘u. Ketujuh vokal ini disebut vokal nasal (Wildan, 2010).

Gambar 1. Penulisan Vokal

Vokal Sengau 
Vokal sengau dalam bahasa Aceh terdiri atas 12 yakni
  1. 'a
  2. 'i
  3. 'u
  4. o
  5. ‘ö
  6. eu
  7. ei
  8. ui
  9. ôi
  10. ‘ai
oi/ ôi/ öi

Kedua belas vokal sengau tersebut ditulis dalam lambang fonetik sebagai berikut. 
Gambar 2. Penulisan Fonetik untuk vokal sengau dan diftong. 

Dalam bahasa Aceh juga terdapat konsonan yang meliputi, 
  1. ng
  2. ny
  3. sy / sh 
  4. ph
  5. th
  6. dj
  7. zh
  8. ch/kh
  9. gh
  10. jh
  11. dh
  12. t
  13. k
  14. kr
  15. rh
  16. cr
  17. lh
  18. dr

Adapun penulisan vokal pada fonem di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.








Share:

Masjid Cantik dengan Gaya Arsitektur Spanyol


Masjid Raya Al Mashun atau populer dengan nama Masjid Raya Medan. Biarpun dibangun pada tahun 1906 dan sudah berumur tua, namun masjid ini tetap terlihat cantik karena mengusung gaya arsitektur Spanyol. Dengan bentuk persegi delapan, dimana masing-masing sayap menghadap ke arah barat, utara, selatan, dan timur, masjid terindah yang ada di Medan ini menjadi saksi sejarah keberadaan Kesultanan Deli. 





Beautiful Mosque with Spanish Architectural Style
Masjid Raya Al Mashun or popularly known as Masjid Raya Medan. Even though it was built in 1906 and is old, this mosque still looks beautiful because it carries the Spanish architectural style. With an octagonal shape, where each wing faces west, north, south and east, the most beautiful mosque in Medan is a witness to the history of the Sultanate of Deli.

#mosque #Medan #classicmosque #beautifulmosque #religioustourism #masjid #Indonesia #masjidklasik #masjidindah #wisatareligi



Share:

Fakta Menarik Masjid Istiqlal




Hai sobat RN kali ini kita akan membahas 3 fakta menarik pada masjid istiqal. Sobat pasti kebanyakan sudah tahu. Akan tetapi, bagi yang belum mengetahuinya silakan ditonton sampai habis video ini!



1. Arti Nama Masjid Istiqlal
Dikenal sebagai salah satu masjid terbesar di Asia Tenggara, nama Istiqlal ternyata juga memiliki makna mendalam. Masjid yang mulai dibangun pada 1961 ini merupakan bentuk rasa syukur bangsaa Indonesia setelah terbebas dari belenggu penjajahan. Untuk mencerminkan nama tersebut maka dipilihlah nama Istiqlal dari Bahasa Arab yang bermakna merdeka.

2. Arsiteknya Bukan Orang Islam
Sosok arsitek di balik megahnya masjid terbesar di Asia Tenggara ini adalah Friedrich Silaban. Yang menarik dari fakta nomor 3 ini, Silaban merupakan seorang Protestan yang berhasil memenangkan sayembara desain Masjid Istiqlal yang diberi nama Ketuhanan.

3. Lokasi Masjid
Penentuan lokasi Masjid Istiqlal dahulunya sempat menimbulkan perdebatan antara Bung Karno dan Bung Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Presiden-Wakil Presiden RI. Bung Karno mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jendral Van Den Bosch pada tahun 1834 di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral, dan Jalan Veteran. Sementara itu, Bung Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya, yaitu di Jalan Thamrin yang pada saat itu di sekitarnya banyak dikelilingi kampung-kampung. Selain itu, ia juga menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit. Namun akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun di lahan bekas benteng Belanda karena di seberangnya telah berdiri Gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.




>>>>>>
Hi RN friends, this time we will discuss 3 interesting facts about the Istiqal mosque. Most of you probably already know. However, for those who don't know, please watch this video until the end!

1. The meaning of the name of the Istiqlal Mosque
Known as one of the largest mosques in Southeast Asia, the name Istiqlal also has a deep meaning. The mosque, which was built in 1961, is a form of gratitude for the Indonesian nation after being freed from the shackles of colonialism. To reflect this name, the name Istiqlal was chosen from Arabic which means independence.

2. The architect is not Muslim
The architect behind the magnificence of the largest mosque in Southeast Asia is Friedrich Silaban. What's interesting about fact number 3 is that Silaban is a Protestant who won a design competition for the Istiqlal Mosque, which is named Ketuhanan.

3. Location of the Mosque
The determination of the location of the Istiqlal Mosque had previously caused debate between Bung Karno and Bung Hatta, who at that time served as President-Vice President of the Republic of Indonesia.
Bung Karno proposed a location above the former Dutch fort Frederick Hendrik with the Wilhelmina Park which was built by Governor General Van Den Bosch in 1834 between Officer Street, Banteng Field Street, Cathedral Street and Veterans Street. Meanwhile, Bung Hatta proposed that the location for the mosque to be located in the midst of his followers, namely on Jalan Thamrin, which at that time was surrounded by many villages. In addition, he also considered that the demolition of the Dutch fort would require a lot of funds. But in the end, President Soekarno decided to build on the land of the former Dutch fort, because opposite the Cathedral Church was already standing with the aim of showing the harmony and harmony of religious life in Indonesia.
Share:

Peribahasa Aceh tentang Leumo - Sapi







lagè leumo kap situek 
  • Arti : Seperti lembu gigit/makan upih pinang 
  • Makna: Peribahasa ini ditujukan kepada manusia yang suka ikut-ikutan dalam mengerjakan sesuatu tanpa dilandasi dengan ilmu. 
  • Maksud: Dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang diumpamakan seperti perilaku binatang ini, yaitu suka mencoba-coba suatu pekerjaan yang bukan bidang keahliannya, suka berspekulasi atas sesuatu yang belum tentu manfaatnya, dan sebagainya. Ibarat lembu yang sedang menggigit (makan) situek (upih pinang) yang baru jatuh dari pohon pinang, dilihat oleh lembu lain, dan lembu lain tersebut juga ingin ikut memakannya. Padahal situek tersebut tidak enak, sepat, dan alot sehingga harus segera ditinggalkan setelah terbukti benda tersebut bukan makanannya. Manusia bertipe seperti ini melakukan perbuatan bukan berasaskan ilmu yang dimiliki, melainkan hanya berdasarkan perasaan dan ikut-ikutan karena terpengaruh dengan apa yang dilakukan orang lain. Pada akhirnya, apa yang dilakukannya merugikan dirinya dan juga orang lain karena kebodohannya.
  • Amanat : Landasi setiap pekerjaan dengan ilmu, bukan dengan perasaan karena perasaan tidak menjamin bahwa apa yang kita kerjakan itu benar! Bergurulah terlebih dahulu sebelum mengerjakan sesuatu!
lage leumo teupeutengöh lam mön 
  • Arti : Seperti lembu diangkat dari sumur 
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang tidak tahu berterima kasih, tidak dapat membalas budi baik orang.
  • Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang wataknya diumpamakan seperti binatang vertebrata ini, yaitu tidak bisa berterima kasih atas jasa-jasa yang diberikan orang lain kepadanya. Ibarat seekor lembu yang terperosok jatuh ke dalam sumur tua di sebuah hutan, lalu diangkat oleh orang ke permukaan, dan selamatlah ia. Ketika sudah berada di permukaan, dan berdirinya sudah kokoh, orang yang mengangkatnya dari lubang sumur tersebut diseruduknya. Alih-alih memberikan sesuatu kompensasi kepada orang yang telah memberikan untung baik kepadanya, yang terjadi malah sebaliknya, tindakan yang merugikan. Orang seperti ini, dalam ungkapan bahasa Indonesia disebut “orang yang tidak tahu diuntung”. Amanat : Janganlah kita seperti “kacang lupa akan kulitnya”. Kenanglah jasa-jasa orang lain yang telah membuat kita nyaman, senang, dan bahagia!

lagè leumo éh di yub trieng 
  • Arti : Seperti lembu tidur di bawah rumpun bambu
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang bermalas-malas dalam bekerja. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang berperangai seperti binatang berlenguh dan pemamah biak ini, yaitu orang yang beretos kerja rendah. Waktunya lebih banyak digunakan untuk istirahat santaisantai ketimbang bekerja. Ibarat lembu yang sudah kenyang merumput, lalu mencari tempat berteduh, biasanya di bawah rumpun bambu karena di tempat teduh tersebut suasana adem dan berangin sepoi-sepoi (reului dan dirui). Lembu betah berlama-lama di tempat itu sambil memamah biak. Orang-orang seperti ini, kalau belum habis apa yang diperolehnya kemarin, belum mau mencari yang lain lagi hari ini. 
  • Amanat : Jangan sampai kita tergolong ke dalam orang yang bertabiat seperti lembu ini! Janganlah bersantai-santai dan cepat puas dengan suatu perolehan sementara. Bekerjalah dengan giat dan sungguh-sungguh demi produktivitas!
lagè leumo teusôk idông 
  • Arti : Seperti lembu dicucuk hidungnya
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang sangat mudah dikendalikan oleh orang lain. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang sudah seperti binatang yang kena tusuk hidungnya ini. Orang-orang terlalu loyal kepada manusia. Apa pun instruksi orang yang mempunyai otoritas tertentu, baik yang positif maupun yang negatif mau saja dilakukannya. Ibarat lembu yang dicucuk hidungnya, orang seperti ini sangat mudah dikendalikan ke mana pun oleh orang yang mempunyai otoritas karena dia memang berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Orang seperti ini terlalu tunduk dan patuh kepada perintah manusia. Dia tidak kuasa menolak segala keinginan orang tersebut. 
  • Amanat : Sebagai orang yang mempunyai otoritas tertentu, janganlah kita berlaku otoriter dan egois dalam bersikap dan bertindak! Jangan sampai loyalitas dan dedikasi kita kepada manusia mengalahkan ketaatan kita kepada Allah Swt.!
leumo blôh paya guda cöt iku 
  • Arti : Lembu masuk rawa-rawa, kuda menegakkan ekor
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang memiliki reaksi berlebih (berlaku lajak aktif) terhadap perkara yang bukan urusannya. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang memiliki karakter negatif seperti binatang tunggangan ini; terlalu jauh mencampuri urusan orang lain, padahal urusan tersebut tidak ada kaitannya dengannya; orang yang punya hajatan dia yang berlagak sibuk. Ibarat tabiat dua binatang yang diumpamakan itu, lembu dan kuda. Lembu merupakan salah satu binatang yang sering masuk ke rawa-rawa (paya). Untuk itu, ia perlu menegakkan ekornya agar tidak basah. Berbeda dengan kuda, ia merupakan binatang yang tidak lazim masuk ke rawa-rawa, maka ia tidak perlu menegakkan ekornya. Orang yang bertabiat seperti ini cenderung berlaku lajak aktif terhadap suatu hal yang tidak penting baginya atau tidak ada hubungan dengannya atau suka mengurus urusan orang lain yang bukan urusannya. Sementara urusannya terbengkalai. Ungkapan lain yang berkaitan dengan ini adalah buet gob bèk tarindu, meukeumat iku h’an ék tahila; gob mumèe geutanyo madeueng, gob kapcapli geutanyo keueueng. 
  • Amanat : Jangan suka mencampuri urusan orang lain di luar hak dan kewenangan kita!

lagè tatôh geuntöt lam punggông leumo 
  • Arti : Seperti kita buang angin di bokong lembu 
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang tidak peduli atau tidak hormat terhadap sesuatu aspirasi. 
  • Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat orang yang memiliki karakter seperti binatang ini; apa pun yang disampaikan kepadanya tidak ada respons. Menyampaikan suatu aspirasi kepadanya meskipun ditampung, tak pernah ditindaklanjutinya. Ibarat kita mengentuti lembu, pasti lembu tersebut tidak merasa tidak nyaman dengan bau kentut kita. Tahu pun tidak bahwa kita telah mengentutinya. Orang seperti ini tidak hormat dengan kepentingan orang lain. Selain itu, ungkapan ini juga bermaksud bahwa orang seperti ini tidak pernah berubah dengan wejanganwejangan yang disampaikan kepadanya. Maksud ungkapan ini senada dengan ungkapan Indonesia anjing menggonggong kafilah berlalu.
  • Amanat : Amalkan segala sesuatu yang baik yang disampaikan orang kepada kita! Tampung dan tindak lanjuti segala aspirasi yang disampaikan kepada kita! 

lagè leumô teucok piet 
  • Arti : Seperti lembu diambil kutu babi (dari tubuhnya) 
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang asyik dan terlena dengan suatu kesenangan atau kenikmatan semu. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang kerap bersikap seperti lembu yang sedang menyingkirkan kutu babi yang menempel di tubuhnya ini. Orang seperti ini suka terlena dengan suatu keasikan, keenakan, dan kenikmatan semu yang sedang dinikmatinya. Demi memperturutkan hawa nafsunya, ia rela melanggar norma agama, adat, dan sosial. Konteks terdekat yang berkaitan dengan hal ini, antara lain, fenomena orang berpacaran. Meskipun di ruang terbuka di tempat-tempat umum, mereka sedikit pun tidak risih berasyikmasyuk atau bermesraan. Yang penting mereka dapat menikmati dunia ini sebebas-bebasnya atau senikmat-nikmatnya yang menurut mereka dunia memang diciptakan dan hanya milik mereka berdua. Ibarat lembu yang berkutu babi di sekujur tubuhnya, dia sangat kooperatif, tenang, diam, dan menikmati sekali jika ada orang yang mau menyingkirkan binatang penghisap darah itu dari tubuhnya, demi kenyamanan dirinya. 
  • Amanat : Janganlah kita terlena dengan suatu yang asyikasyik, yang enak-enak, dan yang nikmat-nikmat! Nikmati hiburan hidup ini sekadarnya saja untuk menetralisasi atau menghalau kepenatan di dalam jiwa!
Sumber: Azwardi (2017). Mengenal Peribahasa Aceh. Jakarta: Badang Bahasa
Share:

Jurnal Gratis Bidang Bahasa, Sastra, dan Pendidikan: Silakan Kirimkan Tulisan Terbaik Anda!



Bagi Anda yang ingin mengirimkan artikel ke jurnal bidang bahasa, sastra, dan pendidikan terindeks Sinta 2, tidak ada salahnya mengirimkanya ke jurnal di bawah ini. Jurnal tersebut menerbitkan artikel secara gratis tanpa ada biaya APC yang selama ini mungkin kendala oleh beberapa penulis. 

Berikut ini list jurnal Sinta 2 Bidang Bahasa, Sastra, Pengajaran yang dapat menjadi rekomendasi bagi Anda yang ingin mengirimkan artikel jurnal. 

1. Journal of Language and Literature



Jurnal ini terbit selama 2 kali dalam setahun yakni pada April dan Oktober. Bagi Anda yang ingin megirimkan artikel, silakan ikuti petunjuk sebagaimana yang terdapat pada jurnal tersebut. 


2. Widyaparwa



Jurnal Widyaparwa merupakan media publikasi dan komunikasi hasil penelitian kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah di Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Widyaparwa terbit dua kali dalam setahun, yaitu bulan Juni dan Desember.


3. LLT Journal: A Journal on Language and Language Teaching

LLT Journal: A Journal on Language and Language Teaching, or LLT Journal for short, is an international scientific journal which is devoted to language and language teaching. LLT Journal is an international, scientific, peer-reviewed journal published twice a year, namely in April and October. LLT Journal publishes original, previously unpublished research and opinion papers written in English. Paper topics on any language include the following main fields:
1. language studies/investigations
2. language teaching/learning
3. literature related to language studies or learning
4. linguistics related to language learning
Any related topics on any language, not only English, will also be considered.
Each paper will go through a double-blind review process.
Publication in LLT Journal is totally free of charge, totally gratis -- without any fees at all.
Authors throughout the world are warmly welcome to submit original and unpublished papers anytime, all year round.

4. KANDAI



Kandai is a journal that publishes results of research in language and literature studies, including theoretical linguistics, applied linguistics, interdisciplinary linguistics, oral tradition, philology, semiotics, pure literature, applied literature, interdisciplinary literature, also literature and identity politics. Kandai is published twice a year, on May and November. All published articles have gone through the review process by well-read editors. Kandai is published by Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Kandai was first published in 2005. The name of Kandai had undergone the following changes: Kandai Majalah Illmiah Bahasa dan Sastra (2005) and Kandai Jurnal Bahasa dan Sastra (2010). Since the name of journal should refer to the name that was registered on official document SK ISSN, in 2016 Kandai started publish issues with the name of Kandai (refer to SK ISSN No. 0004.091/JI.3.02/SK.ISSN/2006 dated February 7th, 2006, stating that ISSN 1907-204X printed version uses the (only) name of KANDAI). In 2017, Kandai has started to publish in electronic version under the name of Kandai, e-ISSN 2527-5968.
ISSN 1907 - 204X (print)
ISSN 2527 - 5968 (online)

Accredited Rank 2 Number 200 / M / KPT / 2020
Accreditation Period: November 2018 - May 2023





Share: