Pedoman Penulisan Fonetik Bahasa Aceh

Penulisan fonetik dalam bahasa Aceh terbagi menjadi vokal, vokal sengau, diftong, dan konsonan.

Kegigihan Sang Teuku Umar dalam Memperjuangkan Kemerdekaan

Bagi penggemar sejarah tentu anda akan tertarik untuk membaca buku ini, sebagaimana buku ini mengisahkan tentang berbagai peristiwa panglima aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan...

Kebangkitan Bahasa dan Sastra Aceh

Harian Serambi Indonesia edisi, Jumat 16 Desember 2022 merilis berita dengan judul Mulai Dari Pemanfaatan Pangan Lokal Hingga Makna ‘Rateb Doda Idi’

Hermeneutika dan Positivisme Logis

Filsafat telah membawa perubahan yang begitu penting dalam dunia pendidikan.

Peribahasa Aceh tentang Leumo - Sapi







lagè leumo kap situek 
  • Arti : Seperti lembu gigit/makan upih pinang 
  • Makna: Peribahasa ini ditujukan kepada manusia yang suka ikut-ikutan dalam mengerjakan sesuatu tanpa dilandasi dengan ilmu. 
  • Maksud: Dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang diumpamakan seperti perilaku binatang ini, yaitu suka mencoba-coba suatu pekerjaan yang bukan bidang keahliannya, suka berspekulasi atas sesuatu yang belum tentu manfaatnya, dan sebagainya. Ibarat lembu yang sedang menggigit (makan) situek (upih pinang) yang baru jatuh dari pohon pinang, dilihat oleh lembu lain, dan lembu lain tersebut juga ingin ikut memakannya. Padahal situek tersebut tidak enak, sepat, dan alot sehingga harus segera ditinggalkan setelah terbukti benda tersebut bukan makanannya. Manusia bertipe seperti ini melakukan perbuatan bukan berasaskan ilmu yang dimiliki, melainkan hanya berdasarkan perasaan dan ikut-ikutan karena terpengaruh dengan apa yang dilakukan orang lain. Pada akhirnya, apa yang dilakukannya merugikan dirinya dan juga orang lain karena kebodohannya.
  • Amanat : Landasi setiap pekerjaan dengan ilmu, bukan dengan perasaan karena perasaan tidak menjamin bahwa apa yang kita kerjakan itu benar! Bergurulah terlebih dahulu sebelum mengerjakan sesuatu!
lage leumo teupeutengöh lam mön 
  • Arti : Seperti lembu diangkat dari sumur 
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang tidak tahu berterima kasih, tidak dapat membalas budi baik orang.
  • Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang wataknya diumpamakan seperti binatang vertebrata ini, yaitu tidak bisa berterima kasih atas jasa-jasa yang diberikan orang lain kepadanya. Ibarat seekor lembu yang terperosok jatuh ke dalam sumur tua di sebuah hutan, lalu diangkat oleh orang ke permukaan, dan selamatlah ia. Ketika sudah berada di permukaan, dan berdirinya sudah kokoh, orang yang mengangkatnya dari lubang sumur tersebut diseruduknya. Alih-alih memberikan sesuatu kompensasi kepada orang yang telah memberikan untung baik kepadanya, yang terjadi malah sebaliknya, tindakan yang merugikan. Orang seperti ini, dalam ungkapan bahasa Indonesia disebut “orang yang tidak tahu diuntung”. Amanat : Janganlah kita seperti “kacang lupa akan kulitnya”. Kenanglah jasa-jasa orang lain yang telah membuat kita nyaman, senang, dan bahagia!

lagè leumo éh di yub trieng 
  • Arti : Seperti lembu tidur di bawah rumpun bambu
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang bermalas-malas dalam bekerja. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang berperangai seperti binatang berlenguh dan pemamah biak ini, yaitu orang yang beretos kerja rendah. Waktunya lebih banyak digunakan untuk istirahat santaisantai ketimbang bekerja. Ibarat lembu yang sudah kenyang merumput, lalu mencari tempat berteduh, biasanya di bawah rumpun bambu karena di tempat teduh tersebut suasana adem dan berangin sepoi-sepoi (reului dan dirui). Lembu betah berlama-lama di tempat itu sambil memamah biak. Orang-orang seperti ini, kalau belum habis apa yang diperolehnya kemarin, belum mau mencari yang lain lagi hari ini. 
  • Amanat : Jangan sampai kita tergolong ke dalam orang yang bertabiat seperti lembu ini! Janganlah bersantai-santai dan cepat puas dengan suatu perolehan sementara. Bekerjalah dengan giat dan sungguh-sungguh demi produktivitas!
lagè leumo teusôk idông 
  • Arti : Seperti lembu dicucuk hidungnya
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang sangat mudah dikendalikan oleh orang lain. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang sudah seperti binatang yang kena tusuk hidungnya ini. Orang-orang terlalu loyal kepada manusia. Apa pun instruksi orang yang mempunyai otoritas tertentu, baik yang positif maupun yang negatif mau saja dilakukannya. Ibarat lembu yang dicucuk hidungnya, orang seperti ini sangat mudah dikendalikan ke mana pun oleh orang yang mempunyai otoritas karena dia memang berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Orang seperti ini terlalu tunduk dan patuh kepada perintah manusia. Dia tidak kuasa menolak segala keinginan orang tersebut. 
  • Amanat : Sebagai orang yang mempunyai otoritas tertentu, janganlah kita berlaku otoriter dan egois dalam bersikap dan bertindak! Jangan sampai loyalitas dan dedikasi kita kepada manusia mengalahkan ketaatan kita kepada Allah Swt.!
leumo blôh paya guda cöt iku 
  • Arti : Lembu masuk rawa-rawa, kuda menegakkan ekor
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang memiliki reaksi berlebih (berlaku lajak aktif) terhadap perkara yang bukan urusannya. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang memiliki karakter negatif seperti binatang tunggangan ini; terlalu jauh mencampuri urusan orang lain, padahal urusan tersebut tidak ada kaitannya dengannya; orang yang punya hajatan dia yang berlagak sibuk. Ibarat tabiat dua binatang yang diumpamakan itu, lembu dan kuda. Lembu merupakan salah satu binatang yang sering masuk ke rawa-rawa (paya). Untuk itu, ia perlu menegakkan ekornya agar tidak basah. Berbeda dengan kuda, ia merupakan binatang yang tidak lazim masuk ke rawa-rawa, maka ia tidak perlu menegakkan ekornya. Orang yang bertabiat seperti ini cenderung berlaku lajak aktif terhadap suatu hal yang tidak penting baginya atau tidak ada hubungan dengannya atau suka mengurus urusan orang lain yang bukan urusannya. Sementara urusannya terbengkalai. Ungkapan lain yang berkaitan dengan ini adalah buet gob bèk tarindu, meukeumat iku h’an ék tahila; gob mumèe geutanyo madeueng, gob kapcapli geutanyo keueueng. 
  • Amanat : Jangan suka mencampuri urusan orang lain di luar hak dan kewenangan kita!

lagè tatôh geuntöt lam punggông leumo 
  • Arti : Seperti kita buang angin di bokong lembu 
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang tidak peduli atau tidak hormat terhadap sesuatu aspirasi. 
  • Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat orang yang memiliki karakter seperti binatang ini; apa pun yang disampaikan kepadanya tidak ada respons. Menyampaikan suatu aspirasi kepadanya meskipun ditampung, tak pernah ditindaklanjutinya. Ibarat kita mengentuti lembu, pasti lembu tersebut tidak merasa tidak nyaman dengan bau kentut kita. Tahu pun tidak bahwa kita telah mengentutinya. Orang seperti ini tidak hormat dengan kepentingan orang lain. Selain itu, ungkapan ini juga bermaksud bahwa orang seperti ini tidak pernah berubah dengan wejanganwejangan yang disampaikan kepadanya. Maksud ungkapan ini senada dengan ungkapan Indonesia anjing menggonggong kafilah berlalu.
  • Amanat : Amalkan segala sesuatu yang baik yang disampaikan orang kepada kita! Tampung dan tindak lanjuti segala aspirasi yang disampaikan kepada kita! 

lagè leumô teucok piet 
  • Arti : Seperti lembu diambil kutu babi (dari tubuhnya) 
  • Makna : Peribahasa ini ditujukan kepada orang yang asyik dan terlena dengan suatu kesenangan atau kenikmatan semu. Maksud : Dalam konteks kehidupan sehari-hari terdapat manusia yang kerap bersikap seperti lembu yang sedang menyingkirkan kutu babi yang menempel di tubuhnya ini. Orang seperti ini suka terlena dengan suatu keasikan, keenakan, dan kenikmatan semu yang sedang dinikmatinya. Demi memperturutkan hawa nafsunya, ia rela melanggar norma agama, adat, dan sosial. Konteks terdekat yang berkaitan dengan hal ini, antara lain, fenomena orang berpacaran. Meskipun di ruang terbuka di tempat-tempat umum, mereka sedikit pun tidak risih berasyikmasyuk atau bermesraan. Yang penting mereka dapat menikmati dunia ini sebebas-bebasnya atau senikmat-nikmatnya yang menurut mereka dunia memang diciptakan dan hanya milik mereka berdua. Ibarat lembu yang berkutu babi di sekujur tubuhnya, dia sangat kooperatif, tenang, diam, dan menikmati sekali jika ada orang yang mau menyingkirkan binatang penghisap darah itu dari tubuhnya, demi kenyamanan dirinya. 
  • Amanat : Janganlah kita terlena dengan suatu yang asyikasyik, yang enak-enak, dan yang nikmat-nikmat! Nikmati hiburan hidup ini sekadarnya saja untuk menetralisasi atau menghalau kepenatan di dalam jiwa!
Sumber: Azwardi (2017). Mengenal Peribahasa Aceh. Jakarta: Badang Bahasa
Share:

Jurnal Gratis Bidang Bahasa, Sastra, dan Pendidikan: Silakan Kirimkan Tulisan Terbaik Anda!



Bagi Anda yang ingin mengirimkan artikel ke jurnal bidang bahasa, sastra, dan pendidikan terindeks Sinta 2, tidak ada salahnya mengirimkanya ke jurnal di bawah ini. Jurnal tersebut menerbitkan artikel secara gratis tanpa ada biaya APC yang selama ini mungkin kendala oleh beberapa penulis. 

Berikut ini list jurnal Sinta 2 Bidang Bahasa, Sastra, Pengajaran yang dapat menjadi rekomendasi bagi Anda yang ingin mengirimkan artikel jurnal. 

1. Journal of Language and Literature



Jurnal ini terbit selama 2 kali dalam setahun yakni pada April dan Oktober. Bagi Anda yang ingin megirimkan artikel, silakan ikuti petunjuk sebagaimana yang terdapat pada jurnal tersebut. 


2. Widyaparwa



Jurnal Widyaparwa merupakan media publikasi dan komunikasi hasil penelitian kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah di Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Widyaparwa terbit dua kali dalam setahun, yaitu bulan Juni dan Desember.


3. LLT Journal: A Journal on Language and Language Teaching

LLT Journal: A Journal on Language and Language Teaching, or LLT Journal for short, is an international scientific journal which is devoted to language and language teaching. LLT Journal is an international, scientific, peer-reviewed journal published twice a year, namely in April and October. LLT Journal publishes original, previously unpublished research and opinion papers written in English. Paper topics on any language include the following main fields:
1. language studies/investigations
2. language teaching/learning
3. literature related to language studies or learning
4. linguistics related to language learning
Any related topics on any language, not only English, will also be considered.
Each paper will go through a double-blind review process.
Publication in LLT Journal is totally free of charge, totally gratis -- without any fees at all.
Authors throughout the world are warmly welcome to submit original and unpublished papers anytime, all year round.

4. KANDAI



Kandai is a journal that publishes results of research in language and literature studies, including theoretical linguistics, applied linguistics, interdisciplinary linguistics, oral tradition, philology, semiotics, pure literature, applied literature, interdisciplinary literature, also literature and identity politics. Kandai is published twice a year, on May and November. All published articles have gone through the review process by well-read editors. Kandai is published by Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Kandai was first published in 2005. The name of Kandai had undergone the following changes: Kandai Majalah Illmiah Bahasa dan Sastra (2005) and Kandai Jurnal Bahasa dan Sastra (2010). Since the name of journal should refer to the name that was registered on official document SK ISSN, in 2016 Kandai started publish issues with the name of Kandai (refer to SK ISSN No. 0004.091/JI.3.02/SK.ISSN/2006 dated February 7th, 2006, stating that ISSN 1907-204X printed version uses the (only) name of KANDAI). In 2017, Kandai has started to publish in electronic version under the name of Kandai, e-ISSN 2527-5968.
ISSN 1907 - 204X (print)
ISSN 2527 - 5968 (online)

Accredited Rank 2 Number 200 / M / KPT / 2020
Accreditation Period: November 2018 - May 2023





Share: