Beberapa
pembagian Sastra Indonesia Lama adalah sebagai berikut
A.
Berdasarkan bentuknya, sastra Indonesia
Lama dibagi menjadi dua
- Prosa lama
- Puisi Lama
B.
berdasarkan isinya, Sastra Indonesia
Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu
- Sastra Sejarah
- Sastra Undang-Undang
- Sastra petunjuk Bagi Raja atau Penguasa
C.
Berdasarkan pengaruh asing, Sastra
Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu
- Sastra Indonesia Asli
- Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
- Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam
Ciri-ciri
kesusastraan Indonesia Lama
1.
Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama
pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
2.
Merupakan milik bersama masyarakat.
3.
Timbul karena adat dan kepercayaan
masyarakat
4.
Bersifat istana sentris, maksudnya
ceritanya berkisar pada lingkungan istana
5.
Disebarkan secara lisan
6.
Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang
bentuknya tetap.
Jabatan/orang
yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang. Ia adalah kepala adat (istilah sekarang
mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan
kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang
yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia
termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang.
Pawang terbagi atas pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang
berhubungan dengan rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang
malim (ahli dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
SASTRA INDONESIA LAMA BERDASARKAN
BENTUKNYA
A. PROSA LAMA
- Dongeng
Dongeng
adalah prosa cerita yang isinya hanya khayalan saja, hanya ada dalam fantasi
pengarang.
Dongeng
dibedakan menjadi
a.
Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan
binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi
teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. (Menurut Dick hartoko dan B.
Rahmanto, yang dimaksud fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk
sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret.
Tumbuh-tumbuhan dan hewan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir,
bereaksi, dan berbicara sebagai manusia. Diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang
mengandung ajaran moral).
b.
Farabel, yaitu dongeng tentang binatang
atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda
tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan
kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
c.
Legende, yaitu dongeng yang dihubungkan
dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur
sejarah.
d.
Mythe, yiatu dongeng yang berhubungan
dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan animisme.
e.
Sage, yaitu dongeng yang mengandung
unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. (Menurut Dick
Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata jerman “was gesagt wird”
yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita alisan yang intinya historis,
terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan
tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sishir, mengenai setan-setan atau
mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan
dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng
yang biasanya optimis)
- Hikayat
Kata
hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita
yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di
dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick
hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita
Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama,
para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian,
keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentu
riwayat hidup.
- Tambo
Tambo
adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan
raja.
- Wira Carita (Cerita Kepahlawanan)
Wira
carita adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah
berani, pandai berperang, dan selalu memperoleh kemenangan.
B. PUISI LAMA
- Mantra
Mantra
adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering
diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang
mengucapkannya.
- Bidal.
Bidal
adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi
sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori
bidal adalah
a.
Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan
atau kelakauan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
b.
Peribahasa , yaitu kalimat lengkap yang
mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan
dengan alam sekitar.
c.
Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi
dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
d.
Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan
tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan
alam.
e.
Pepatah, yaitu kiasan tetap yang
dinyatakan dalam kalimat selesai.
f.
Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan
diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu semangat.
- Pantun
Pantun
ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah
suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri
pantun adalah
a.
Pantun terdiri dari sejumlah baris yang
selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
b.
Setiap baris terdiri dari empat kata
yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
c.
Separoh bait pertama merupakan sampiran
(persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau
disampaikan).
d.
Persajakan antara sampiran dan isi
selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
e.
Beralun dua
Berdasarkan
bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
a.
Pantun
biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
b.
Pantun
kilat/karmina, yiatu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
c.
Pantun
berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling
mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
d.
Talibun, yaitu
pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya,
separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
e.
Seloka, yaitu
pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
Berdasarkan
isinya, pantun dibedakan menjadi
a.
Pantun anak-anak
-
pantun bersuka cita
-
pantun berduka cita
b.
Pantun muda
-
pantun perkenalan
-
pantun berkasih-kasihan
-
pantun perceraian
-
pantun beriba hati
-
pantun dagang
c.
Pantun tua
-
pantun nasehat
-
pantun adat
-
pantun agama
d.
Pantun jenaka
e.
Pantun teka-teki
- Gurindam
Gurindam
adalah puisi lama yang terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya
merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan
sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan
jawabannya. Gurindam berisi petuah atau nasehat. Gurindam muncul setelah timbul
pengaruh kebudayaan Hindu.
- Syair
Kata
syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul
setelah terjadinya pengaruh kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat
baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair
sering hanya mengutamakan isi.
Ciri-ciri syair
a.
terdiri dari empat baris
b.
tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12
suku kata)
c.
persamaan bunyi atau sajak akhir sama
dan sempurna
d.
tidak ada sampiran, keempatnya merupakan
isi
e.
terdiri dari beberapa bait, tiap bait
berhubungan
f.
biasanya berisi cerita atau berita.
- Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa
liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama.
- Puisi-puisi Arab
Bentuk-bentuk
puisi Arab adalah
a.
Masnawi, yaitu puisi lama yang terdiri
dari dua baris sebait (sama dengan disthikon).
Skema persajakannya berpasangan aa,bb,cc, … dan seterusnya) dan beiri
puji-pujian untuk pahlawan.
b.
Rubai, yaitu puisi lama yang terdiri
dari empat baris sebait (sama dengan kuatrin). Skema persajakannya adalah
a-a-b-a dan berisi tentang nasihat, puji-pujian atau kasih sayang.
c.
Kit’ah, yaitu puisi lama yang terdiri
dari lima baris sebait (sama dengan quin).
d.
Gazal, yaitu puisi lama yang terdiri
dari delapan baris sebait (sama dengan stanza atau oktaaf).
e.
Nazam, yaitu puisi lama yang terdiri
dari duabelas baris sebait.
Di samping yang
sudah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun
sebenarnya tidak murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut
adalah
1. Kaba
Adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat
didendangkan. Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi
ceritanya. Kaba termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya
adalah cerita Sabai nan Aluih.
2. Kakawin
Adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang
mempergunakan metrum dari India (Tambo). Berkembang pada masa Kediri dan
Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan
negarakertagama.
3. Kidung
Jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa.
4. Parwa
Adalah jenis prosa yang diadaptasi dari bagian-bagian epos dalam bahasa
sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya
asli dalam Bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks
parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno.
5. Cerita Pelipur Lara
Sejenis
sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini
bersifat perintang waktu dan menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang
kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu
masalah dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting.
(Hampir sama dengan hikayat).
DAFTAR PUSTAKA
Belang, Mia. Dkk. 1992. Pelajaran
Bahasa Indonesia. Klaten : Intan Pariwara.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam. Yogyakarta
: Percetakan Lukman.
Djamaris, Edwar. 1984. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama).
Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
Hartoko,
Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di
Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Hendy, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra
1. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suparni.
1987. Bahasa dan Sastra Indonesia
Berdasarkan Kurikulum 1984. Bandung : Aditya.
0 komentar:
Post a Comment